
Pemanasan global atau yang dikenal dengan global warming akan berdampak pada dua hal utama, yaitu peningkatan temperatur global dan yang kedua kenaikan muka air laut (sea level rise). Implikasi dari peningkatan temperatur global adalah perubahan pola dan variabilitas iklim. Secara khusus hal tersebut akan berdampak pada perubahan intensitas curah hujan pada suatu daerah sampai pada kejadian cuaca ekstrim yang bakal sering terjadi di muka bumi ini. Selanjutnya kenaikan muka air laut akan mulai menggenangi seluruh wilayah daratan yang lebih rendah di dunia.
Dampak Pemanasan Global
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi di daerah tropis, dikenal sebagai daerah yang memiliki dinamika pertumbuhan awan yang tertinggi di dunia. Konsekuensinya, wilayah Indonesia akan sering tergangggu aktivitas cuaca jika terjadi cuaca ekstrim di wilayah dan sekitar Indonesia, karena perubahan dinamika atmosfer Indonesia sangat cepat terjadi.
Khususnya di Indonesia, dampak perubahan iklim akan berdampak pada perubahan pola dan intensitas curah hujan. Jika dibandingkan data curah hujan saat ini dengan data curah hujan 50 tahun yang lalu, secara umum kondisi curah hujan saat ini ditandai dengan kenaikan curah hujan yang lebih tinggi pada musim hujan di banding pada masa-masa yang lalu, pada musim yang sama.
Sebaliknya, pada musim kemarau curah hujan yang terjadi jauh lebih sedikit dibandingkan musim yang sama pada masa yang lalu. Artinya terjadi perbedaan jumlah curah hujan yang sangat tinggi antara jumlah curah hujan pada kedua musim (musim hujan dan musim kemarau).
Selain itu perubahan iklim juga ditandai dengan intensitas curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan masa-masa sebelumnya. Ini lah yang kemudian menimbulkan peningkatan jumlah curah hujan yang sangat tinggi pada waktu yang singkat. Jika hal tersebut terjadi kemungkinan banjir bakal terjadi pada suatu daerah. Selanjutnya kejadian banjir tersebut akan diperparah dengan perubahan tata guna lahan yang terjadi pada daerah tersebut.
Daerah yang dulunya menjadi daerah resapan mungkin sudah berganti menjadi daerah perumahan dan perkantoran atau daerah industri. Jika intensitas curah hujan semakin tinggi dan perubahan tata guna lahan terus terjadi maka diperkirakan banjir akan terus meningkat dan sering terjadi. Kedua kejadian tersebut akan mempersulit upaya adaptasi perubahan iklim terhadap pengendalian kejadian banjir yang terjadi.
Bagaimana penanganan kejadian banjir di masa mendatang?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu didasarkan pada kajian kedua variabel penyebab banjir tersebut di atas. Perlu dikembangkan analisis dan kajian proyeksi iklim mendatang untuk wilayah kajian banjir. Proyeksi iklim mendatang haruslah dilakukan dalam skala ruang (spasial), sehingga dapat diketahui dimana potensi curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya.
Sebagai contoh, pada tahun 2100 daerah Sumatera akan bertambah prosentase curah hujannya di masa mendatang, termasuk Sulawesi dan Nusa Tenggara. Sementara itu curah hujan di Jawa akan lebih turun prosentase jumlahnya di masa mendatang. Setelah kajian regional (Indonesia), selanjutnya perlu untuk mengkaji lebih detail bagaimana pola curah hujan mendatang dalam skala yang lebih mikro.
Pengembangan Peta Spasial Proyeksi Perubahan Iklim Untuk Pengendalian Banjir
Pengembangan model spasial menjadi penting dalam mengurangi dampak kejadian iklim global, khususnya dalam upaya pengendalian banjir di masa mendatang. Selanjutnya hal yang lebih penting lagi bagi pengendalian banjir mendatang adalah proyeksi perubahan tata guna lahan wilayah kajian.
Perubahan tata guna lahan tersebut sebenarnya dapat menjadi penyebab utama banjir di suatu wilayah. Berdasarkan model-model tersebut, baik model proyeksi perubahan iklim skala regional, lokal maupun model proyeksi tata guna lahan yang dikembangkan secara spasial (skala ruang) maka selanjutnya penyusunan langkah-langkah dan upaya adaptasi mendatang dalam pengendalian banjir dapat lebih tepat dan sesuai sasaran (optimal).
Silahkan mengeksplorasi artikel lingkungan lainnya untuk memberikan Anda wawasan baru:
- Dampak dan Penyebab Kontaminasi Tanah
- Addax, Antelop yang Hampir Punah
- Tata Kelola Kawasan Permukiman
Pengembangan upaya adaptasi akan disesuaikan dengan kondisi dan geografis lingkungan wilayah yang berpotensi banjir, sehingga pemangku jabatan serta masyarakat dapat menentukan langkah-langkah antisipatif yang perlu dikembangkan dalam penanganan banjir.
Termasuk di dalam kegiatan tersebut adalah membangun infrastruktur yang di nilai tepat untuk mengatasi banjir di wilayah tersebut. Hanya saja sebagai catatan bahwa, apapun langkah yang diambil dalam penanganan banjir haruslah berdasarkan pertimbangan penentuan lokasi curah hujan mendatang sekaligus menentukan lokasi infrastruktur serta jenis teknologi apa yang akan dikembangkan pada wilayah tersebut.
Peta Spasial untuk Kurangi Dampak Pemanasan Global