Kebijakan Pemerintah Menghadapi eCommerce

e commerce

Suatu negara pada era 90-an untuk memenuhi kebutuhan akan barang impor diperoleh melalui tahapan yang panjang dan rumit, sehingga perlu orang professional untuk mengerjakannya yang disebut dengan importir atau eksportir dan biasanya harus memiliki perusahaan yang berbadan hukum.

Namun sekarang tahapan yang panjang ini dapat dilakukan hanya dengan duduk di depan komputer atau memakai gawai (gadget) dengan mudahnya memilih, membandingkan harga, dan melakukan transaksi pembelian tanpa mengetahui secara persis siapa penjualnya.

E-Commerce yang mulai dikembangkan sejak tahun 1994 telah tumbuh secara eksponensial. Perkembangan perdagangan elektronik melesat luar biasa karena kemampuan memotong rantai suplay-demand.

Biaya menjadi semakin efisien, lingkup pemasaran yang tak terbatas, didukung terobosan teknologi keuangan dan kecepatan pengiriman barang. Kemajuan teknologi ini telah menghantarkan pergeseran luar biasa dalam berbelanja bahkan lebih jauh menggeser perilaku, kebiasaan dan pola hidup.

Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman

Pergerakan nilai barang impor yang dilakukan via E-Commerce terus meningkat dalam setiap tahun. Hal serupa juga terjadi untuk dokumen kepabeanan dimana deklarasi impor juga mengalami peningkatan cukup tajam dari tahun ke tahun. Dari data statistik diperoleh bahwa 98 persen jumlah dokumen dengan nilai barang di bawah US$ 75, dengan demikian hanya 2 persen dokumen barang yang nilainya di atas US$ 75 yang dikenakan bea masuk.

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membuat aturan baru dengan diterbitkannya PMK 199/ PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) ini mulai diberlakukan pada 30 Januari 2020.

Dalam aturan ini, pemerintah menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman dari sebelumnya US$ 75 menjadi US$ 3 per kiriman. Dengan kata lain, ambang batas pembebasan bea masuk impor atau deminimis value menjadi US$ 3 atau setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000)..

Penetapan ambang batas pembebasan bea masuk impor sebesar US$ 3 sudah mempertimbangkan beberapa masukan termasuk dari pengusaha UKM dan IKM yang dalam operasionalnya merasakan persaingan yang ketat serta sebagian besar barang impor yang masuk via E-Commerce ke Indonesia nilainya US$ 3,8.

Dari jumlah CN (consignment note/dokumen kepabeanan) yang termasuk di bawah US$ 75 dan yang muncul sebagian besar senilai US$ 3,8 per CN sehingga diturunkan menjadi US$ 3 per CN. Besaran tarif tersebut juga sudah mempertimbangkan best practice yang berlaku di beberapa negara lain di dunia.

Beberapa negara yang menjadi acuan adalah Inggris yang menerapkan ambang batas pembebasan bea masuk sebesar US $ 21, Kanada sebesar US$ 15, Denmark US$ 12, Swiss US$ 2. Adapun beberapa negara lain yaitu Swiss, Liberia dan Ghana menerapkan ambang batas pembebasan tarif sebesar US$ 2.

Bahkan ada beberapa negara lain yang tak memberlakukan ambang batas pembebasan tarif atau berapapun nilai barang yang diimpor bakal dikenai tarif, yaitu Kostarika, Bangladesh, Laos, El Savador, dan Paraguai.

Pemerintah Indonesia sendiri tidak bisa menerapkan ambang batas pembebasan tarif impor menjadi nol karena UU Kepabeanan dan Cukai pasal 25 ayat 1 huruf m, mengatakan bahwa fasilitas deminimis itu harus diberikan, tentang masalah nilainya berapa dollar tidak ditentukan. Itulah kenapa pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan deminimis value menjadi US$ 3.

Sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yang dimaksud dengan barang kiriman adalah barang yang dikirim oleh pengirim tertentu kepada penerima tertentu melalui penyelenggara pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Penyelenggara pos terdiri dari penyelenggara pos yang ditunjuk dan perusahaan jasa titipan.


Jangan lewatkan kesempatan untuk mengeksplorasi artikel ekonomi lainnya yang bisa memberikan wawasan baru:


Tujuan Kebijakan PMK

PMK 199/ PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman ini diterbitkan dengan maksud dan tujuan:

Pertama untuk melindungi industri kecil dan menengah (IKM) dari meningkatnya volume impor barang e-commerce melalui mekanisme impor barang kiriman. Mengingat kegiatan e-commerce melalui barang kiriman mengalami pertumbuhan setiap tahun.

Kedua, untuk menciptakan level playing field yang adil untuk medukung pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya IKM. Selama ini, dengan nilai deminimis sebesar USD 75, pasar dibanjiri oleh produk impor yang harganya lebih bersaing dibanding produk IKM dalam negeri, karena mendapatkan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Ketiga, adanya masukan dari pengrajin industri dalam negeri dan beberapa asosiasi seperti APINDO berupa usulan penurunan nilai deminimis.

Terkait dengan sisi kepabeanan, lembaga kepabeanan harus memastikan kecepatan dan efisiensi dalam proses customs clearance dan sumber daya manusia yang sesuai untuk menangani adanya lonjakan peningkatan pengiriman barang-barang yang relatif kecil dan bernilai rendah.

Sementara itu, manajemen risiko dalam E-Commerce perlu meramalkan masalah-masalah yang timbul seperti kurangnya informasi, deklarasi yang tidak akurat, kurangnya catatan kepatuhan pembeli karena konsumen E-Commerce tidak memiliki pola pembelian yang teratur.

Di sisi lain, kesulitan dalam mencegah barang yang dilarang, barang yang dibatasi impor dan ekspor, barang selundupan juga muncul. Tingginya transaksi E-Commerce kemungkinan pelanggaran kekayaan intelektual juga semakin besar dan negara akan lebih sulit untuk mengontrol hal ini.

Di sektor barang terkena cukai pun tidak lepas dari tantangan E-Commerce. Kegiatan penjualan barang kena cukai melalui media online terutama yang bersifat classified ads atau yang dikenal sebagai iklan kecik, maupun juga penjualan di marketplace. Penjualan melalui classified ads relatif lebih susah diawasi karena internet hanya dipergunakan sebagai sarana beriklan tanpa transaksi dan pembayaran di dalam sistem tersebut.

 

Kebijakan Pemerintah Menghadapi eCommerce

Anda telah membaca artikel tentang "Kebijakan Pemerintah Menghadapi eCommerce" yang telah dipublikasikan oleh admin Blog Kanalhub. Semoga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan.

Rekomendasi artikel lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *