
Bicara tentang perilaku manusia sebagai kunci solusi pencegahan perkembangan pulau sampah, perilaku manusia dan pulau sampah ternyata mempunyai kemiripan yang tidak banyak orang sadari atau pikirkan. Mungkin perilaku bukanlah kata yang sempurna untuk memberikan gambaran tentang apa sebenarnya kemiripan dari dua hal tersebut, barangkali kata karakter adalah pilihan yang lebih tepat.
Karakter Manusia
Karakter adalah bagian dari manusia yang bertanggung jawab atas masa depan di dalam hidupnya. Sama seperti pulau sampah yang terbentuk oleh tumpukan sampah tentunya, karakter manusia juga adalah suatu yang terbentuk dari perilaku-perilaku, yang lalu seiring berjalannya waktu menjadi kebiasaan-kebiasaan, dan kumpulan kebiasaan tersebut meningkat lagi menjadi sebuah karakter.
Arti sebenarnya dari kata karakter cukup jitu. Kata karakter berasal dari bahasa Yunani karakter yang berarti “simbol atau jejak pada jiwa” atau “alat untuk menandai”. Zaman dahulu, karakter digunakan untuk cap atau tanda yang ditekankan pada lilin maupun tanah liat. Seperti yang Henry Clay Trumbull jelaskan di bukunya yang berjudul ‘Character-shaping and Character-showing’ keluaran tahun 1894 bahwa:
“Nama lain untuk tanda tangan, atau monogram, atau superskripsi pribadi, atau merek dagang periuk, pelukis, pemahat, penulis, atau artis lain apapun, atau penemu, sebagai indikasi atas kepribadian pembuat, atau individualitas khas yang dimiliki oleh artikel yang tertandai. Karakter adalah tanda terlihat yang membedakan satu hal dari satu hal lainnya yang mempunyai kemungkinan bagi keduanya untuk menjadi membingungkan.”
Dari kutipan di atas, sekarang pun karakter adalah tanda terlihat yang dimiliki oleh seorang manusia agar mudah untuk dibedakan dengan manusia lainnya. Jadi bagaimana karakter itu ada?
Sampah dan Karakter Manusia
Proses pembentukan karakter adalah sama seperti proses pembentukan pulau sampah, jika dibandingkan, anggap saja sampah seperti botol plastik atau puing-puing sampah lainnya adalah perilaku manusia.
Lalu kumpulan-kumpulan sampah yang menumpuk tersebut adalah kebiasaan manusia hasil dari perilaku sehari-hari yang tertanam dalam otak sehingga menjadi kebiasaan, yang hampir otomatis diri manusia lakukan. Lalu dari kumpulan sampah atau kebiasaan, dengan seiring berjalannya waktu, kebiasaan tersebut menjadi karakter. Sebuah proses pembuatan yang sama persis
Proses pembuatan pulau sampah dan karakter manusia adalah bukan satu-satunya hal yang mempunyai kemiripan. Jika benar-benar dipikirkan, dampak dari pulau sampah dan karakter manusia bisa sama-sama mematikan.
Contoh perilaku sehari-hari yang seringkali manusia sepelekan, manusia berbohong. Anggap satu kebohongan kecil adalah sebuah sampah botol plastik. Ketika manusia membuat kebohongan kecil secara terus-menerus, lama-lama kebohongan tersebut menumpuk dan sama halnya seperti botol plastik, kebohongan itu menjadi sebuah kumpulan kebohongan yang besar yang dapat menjadi bagian dari kebiasaan atau bahkan karakter seorang manusia.
Lalu sampah atau kebiasaan berbohong tersebut ditambah dengan sampah atau perilaku yang lebih besar seperti kekerasan misalnya. Kumpulan perilaku-perilaku tersebut tentu akan menghasilkan karakter. Jika karakter manusia dibangun dari kumpulan sampah botol plastik, maka sudah jelas akan menjadi buruk karakter tersebut.
Karakter yang buruk adalah bukan yang diharapkan, sama seperti pulau sampah. Apabila dibiarkan terus-menerus maka dampaknya akan menjadi jauh lebih besar sampai pada titik di mana karakter tersebut sudah tidak bisa dibenahi lagi melainkan hanya bisa dicegah agar karakter tersebut tidak tumbuh menjadi karakter yang lebih buruk.
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah memang pulau sampah dan karakter benar-benar tidak bisa dibersihkan atau dibenahi lagi?
Jawabannya adalah pulau sampah bisa saja dibersihkan walaupun manusia bahkan tidak tau ukuran pasti pulau itu, namun pembersihan pulau sampah adalah mungkin. Tetapi tentu tidak semudah membersihkan sampah di dalam bak mandi. Dibutuhkan dana yang sangat besar tentunya, lalu ada lagi kesulitan yang disebabkan oleh jarak dan juga efek fotodegradasi, yaitu reaksi pemecahan senyawa oleh adanya cahaya.
Fotodegradasi adalah tantangan yang paling besar dalam membersihkan pulau sampah tersebut karena efek itu mengeringkan puluhan ton plastik sampai pada titik penghacuran. Plasti yang sudah hancur tersebut lalu menjadi sangat kecil sehingga jadi tidak mudah untuk membersihkannya.
Untuk faktor jarak, pulau-pulau sampah benar-benar ada jauh di luar sana dan itu sebabnya mereka menjadi rahasia untuk begitu lama. Jadi untuk melakukan pembersihan dibutuhkan upaya besar-besaran yang luar biasa memakan waktu, bahan bakar, dan sumber daya. Dengan kata lain, itu akan menjadi sangat mahal sehingga bisa menyebabkan kebangkrutan sebuah negara.
Sama seperti pulau sampah, karakter sebenarnya bisa dibenahi namun lain seperti pulau sampah, untuk membenahi sebuah karakter manusia tidak akan menyebabkan kebangkrutan sebuah negara. Tetapi tetap akan memakan waktu dan tenaga, terutama mental manusia tersebut.
Ditulis oleh: Aphrodite Patramijaya, Jurnal Bumi dan Alam Semesta
Sampah dan Karakter Manusia